Menurut Hasin, anak dari Niwi, keluarganya merasa aneh ketika menyadari bahwa bapaknya tidak menerima undangan "Padahal bapak saya jelas ada di sini, masih hidup, dan tidak pernah pindah tapi kenapa tidak ada undangan?" ujarnya. Ia mengungkapkan bahwa setelah permasalahan ini ramai diperbincangkan oleh warga, undangan tersebut baru diberikan keesokan harinya, Pasembun, Kec. Kotaanyar, Probolinggo _ Selasa (26/11/2024)
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai proses pendistribusian undangan dan keabsahan daftar pemilih tetap (DPT) yang digunakan oleh penyelenggara pemilu di desa tersebut.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, hak memilih setiap warga negara adalah hak konstitusional yang dijamin. Pelanggaran terkait hal ini dapat dijerat dengan ketentuan dengan, Pasal 511 UU Pemilu "Setiap orang yang dengan sengaja menghilangkan hak pilih seseorang untuk memilih dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00."
Dalam kasus ini, jika terbukti bahwa ada unsur kesengajaan untuk tidak memberikan undangan kepada Niwi, maka hal ini termasuk ke dalam kategori pelanggaran pidana pemilu.Pasal 504 UU Pemilu: "Anggota Panitia Pemungutan Suara yang dengan sengaja tidak melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan undang-undang sehingga mengakibatkan hilangnya hak pilih seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00." Jika kelalaian ini berasal dari penyelenggara pemilu, maka anggota yang bertanggung jawab dapat dikenai sanksi pidana.
Hasin menambahkan, "Kami berharap ada kejelasan dari penyelenggara pemilu. Apakah ini hanya kelalaian atau ada unsur kesengajaan? Sebab, ini menyangkut hak politik ibu saya sebagai warga negara." Ia juga mendesak pihak berwenang untuk melakukan investigasi mendalam agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus ini menjadi perhatian warga Desa Pasembun. Beberapa pihak mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera turun tangan menyelidiki apakah ini merupakan kelalaian administratif atau indikasi pelanggaran yang lebih serius.
Masyarakat diimbau untuk melaporkan setiap bentuk pelanggaran pemilu agar proses demokrasi dapat berjalan dengan jujur, adil, dan transparan. Kejadian ini sekaligus menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilu di tingkat lokal.
Yoyon ketua Bawalu Kecamatan saat dihubungi via Whatsapp mengomentari persoalan ini "Data C6 yang didapat oleh KPPS tidak urut berdasarkan nomor KK, sehingga kartu undangan yang dibagikan menyebabkan salah satu anggota keluarga terlewat. Hal seperti ini menimbulkan kegaduhan dan kekhawatiran masyarakat. Seharusnya KPPS tidak mengacu pada data C6 saja,tetapi harus ada tambahan mengacu pada data DPT yang sudah dikelompokkan berdasarkan nomor KK agar undangan yang dibagikan tidak ada anggota keluarga yang terlewat"
Penulis : Jo/Ajuhari
0 Komentar